Etika Diantara Dua Nama

Sekarang sudah kita dapati dua kandidat pasangan bakal capres dan cawapres yang mendaftar ke KPU. Kita tinggal menunggu kabar selanjutnya dari KPU pengumuman resmi pasangan bakal calon yang bertanding. Seperti kita ketahui bahwa proses pendaftaran telah berakhir namun masih ada proses perlengkapan berkas dan cek kesehatan. Sambil menunggu proses tersebut berjalan, sekarang ini banyak sekali kita melihat atau mendengar debat secara terstruktur dari kedua belah pihak. Masing-masing memaparkan visi dan misi yang ingin diwujudkan ketika memimpin namun tidak ada yang mengusung visi misi jika kalah misalnya. Seperti slogan umum siap kalah dan siap menang. 

Dilain pihak ada oknum-oknum tertentu yang sengaja menyebarkan kelemahan masing-masing kandidat. Bahkan aib yang seharusnya ditutupi namun sengaja dibuka dengan dalih biar semua orang tahu dan tidak salah dalam memilih. Isu secara personal dan track record ramai dibicarakan dan membuat “pertarungan” ini semakin dinamis. Semakin dinamis perpolitikan kita semakin membuat orang penasaran dan menggali informasi lebih jauh, namun bisa juga berarti semakin dinamis isu tidak baik yang dihembuskan semakin membuat sebagian dari kita menutup mata dan anti terhadap pemberitaan semacam itu. Dalihnya simple, toh kedua pasangan memiliki kekurangan jadi buat apa lagi ditandingkan kekuarangannya.
Namun yang berpikir lebih kritis akan menjawab bahwa dengan memperbandingkan kedua kandidat kekurangan maupun kelebihannya maka kita dapat menentukan sikap dengan memilih pasangan yang memilik kekurangan lebih sedkit dan kelebihan yang lebih banyak. Begitulah gambaran calon pemimpin yang akan kita pilih. Tidak ideal memang namun setidaknya kita memilih yang paling baik diantara yang baik. 
Semua pilihan jatuh ditangan rakyat maka seharusnya data perbandingan yang kita peroleh juga berimbang. Namun kembali lagi perimbangan itu mustahil dilakukan. Siapa yang memiliki jaringan lebih banyak, media yang lebih masif, kesempatan yang lebih banyak maka tak jarang hanya salah satu kandidat yang ditonjolkan. Perimbangan seperti itu sangat sulit sekali diwujudkan. Belum lagi penggunaan bahasa yang kasar dan bahasa yang menyanjung kelewat batas juga merupakan strategi mumpuni untuk sosialisasi. 

Dari kesemuanya itu satu yang perlu disoroti adalah penggunaan etika. Jika kita masih berpegang pada budaya timur, jika kita masih berpegang pada budaya saling menghormati, tenggang rasa, ramah, sopan maka seharusnya etika politiknya dalam sosialisasi juga dengan baik. Jika kita menang dengan etika yang baik maka Insyaallah pemimpinnya akan diridhoi oleh Allah. Dengan cara yang baik maka akan diperoleh hasil yang baik. Namun hasil yang baik belum tentu melalui proses yang baik. Maka dari itu sudah sewajarnya proses politik ini beretika yang baik sehingga melahirkan kepemimpinan yang baik pula.

Artikel Media Kita Lainnya :

0 comments:

Post a Comment

Scroll to top