Jakarta, Medan dan Surabaya dinobatkan sebagai kota paling "semrawut" di Indonesia. "Semrawut" disini diartikan sebagai kota yang memiliki banyak permasalahan. Penyeleseian permasalahan di tiga kota ini dinilai dibawah angka standar nasional. Data ini didasarkan penelitian oleh Ikatan Ahli Perencanaan (IAP).
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Urbanisme dan Livable City IAP, Elkana Catur, ketiga kota ini indeks rata-ratanya di bawah nasional. Pada prinsipnya ketiga kota tersebut memiliki persoalan unik pada tiap wilayah. Namun, ada persoalan serupa yang nilainya di bawah rata-rata nasional, yaitu pada aspek kemacetan, pencemaran lingkungan, kondisi jalan, dan kriminalitas.
Contohnya pada Kota Medan, nilai aspek penyediaan listrik (36,25), pengeloaan sampah (54,5), fasilitas difabel (42,25), pemeliharaan budaya lokal (49,75) dan pemeliharaan bangunan bersejarah (46,75) nilainya berada di bawah rata-rata nasional.
Sementara itu, pada Kota Jakarta yang merupakan kota terparah dari ketiga kota tersebut memiliki nilai kemacetan (42,7). Angka itu jauh di bawah rata-rata nasional, yakni 55,4. Selain parahnya tingkat kemacetan, Jakarta juga dinilai buruk pada aspek kriminalitas (48,67), pencemaran (51,83), ruang terbuka hijau (51,33), lapangan pekerjaan (52,58), dan biaya hidup (52).
Angka-angka tersebut seharusnya menjadi peringatan, khususnya untuk seluruh pemimpin kota, bahwa masyarakat itu tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan pemerintah. Selain itu, indikator tersebut juga dapat menjadi refleksi bagaimana respon masyarakat terhadap keberadaan ruang kota yang lahir dari kebijakan tata ruang pemerintah. Sedangkan untuk Pemerintah kota dapat menjadikan indikator-indikator itu untuk mengidentifikasi persoalan tiap kota. Selanjutnya, mereka melakukan perbaikan dalam bentuk kebijakan penataan ruang dan pembangunan kota sesuai dengan karakter masing-masing wilayah.
0 comments:
Post a Comment