Fenomena Save KPK - Save Polri - Save Indonesia - Fenoma ini diawali ketika Presiden Jokowi menetapkan pilihannya untuk mencalonkan Budi Gunawan (BG) sebagai Calon Kapolri menggantikan Kapolri Sutarman. Sebelumnya Kompolnas sendiri memberikan beberapa calon kapolri, namun Budi Gunawanlah yang menjadi pilihan Presiden. Sebagai calon tunggal kemudian Presiden mengajukan nama tersebut ke DPR untuk dilakukan fit and propertest. Dalam waktu yang hampir bersamaan, KPK menetapkan BG dalam kasus rekening tak wajar. Di lain sisi, DPR meluluskan fit and propertest Calon Kapolri BG secara mulus. Namun, langkah terakhir menjadikan BG menjadi Kapolri harus ditunda oleh Presiden karena menjelang pelantikan, arus penolakan semakin kuat dilakukan oleh pegiat antikorupsi dan masyarakat.
Rupanya fenomena tak berhenti disitu saja, beberapa hari kemudian, Komisioner KPK, Bambang Widjoyanto (BW) ditangkap oleh Bareskrim ketika mengantar anaknya sekolah. Penangkapan yang terkesan dilakukan secara keras karena dilakukan di depan anak-anaknya dan dengan borgol di tangan. Terbayang penangkapan seorang teroris atau cukong narkoba yang sangat berbahaya. BW ditangkap dan dijadikan tersangka karena kasus pemilukada di Kotawaringin beberapa tahun silam.
Kedua fenomena inilah yang memunculkan kegaduhan publik. Namun rupanya, fenomena ini tidak hanya berhenti disitu. Empat komisioner KPK yang lain rupanya juga telah dilaporkan ke bareskrim dalam kasus pribadi beberapa tahun silam. Hanya Abraham Samad (AS) yang dilaporkan atas kasus yang lebih terkini yaitu manuver politik menjelang Pilpres 2014 dan juga kasus lainnya yang dilaporkan oleh seorang wanita.
Mau tak mau, suka tidak suka fenomena ini menjadi tayangan yang menarik sekaligus menggemaskan bagi masyarakat awam. Masyarakat awam yang meyaksikan kasus ini melalui media pun terbagi menjadi 3 kategori.
1. Save KPK
Golongan masyarakat ini memiliki pandangan bahwa terjadi kriminalisasi KPK karena kasus penangkapan BW. Kasus yang telah lama terjadi kemudian dilalporkan lagi kemudian diproses hingga menjadikannya tersangka. Tak hanya kasusnya saja yang menarik, namun cara penangkapannya pun menjadi sangat menarik. Seorang komisioner ditangkap dengan cara penangkapan seorang teroris yang sadis.
Masyarakat yang memiliki pandangan ini cenderung mengedepankan aspek moralitas dan etika. Sebagai pejabat negara rasanya sangat janggal jika penangkapan tidak mengedepankan aspek moral dan etika, serta mengedepankan kekerasan yang bisa dinilai sebagai dendam.
Masyarakat juga menilai, pelaporan keempat komisioner KPK yang lain juga merupakan tindakan kriminalisasi. Kriminalisasi dalam perspektif masyarakat bukan lagi benar atau tidaknya laopran tersebut namun lebih kepada waktu dan proses pelaporan tersebut. Siapapun dapat membuat laporan atas tindak kejahatan seseorang namun pelaporan dan pemrosesan secara bersamaan atau beruntun atas petinggi KPK menjadikan tanda tanya.
2. Save POLRI
Golongan masyarakat ini memandang siapapun yang bersalah harus berhadapan dengan hukum. Tak peduli siapa namun semua orang memiliki perlakuan yang sama di depan hukum. Masyarakat menilai selama ini orang di KPK haruslah bersih seperti Dewa. Sehinggga ketika orang KPK tak suci lagi maka harus diganti dengan yang suci. Orang KPK tak boleh salah, jika salah maka harus berhadapan pula dengan hukum.
Mereka merasa pilihan Presiden Jokowi atas BG dinilai telah tepat namun diganjal oleh KPK. Jika saja penetapan tersangka tak saat ini, jika saja lebih awal atau lebih akhir maka tak akan menjadi sebab kegaduhan di ranah publik. Kembali lagi waktu yang tak tepat menjadi penyebab.
3. Save Indonesia
Sedangkan masyarakat dalam golongan ini beranggapan lebih besar. Bahwa, KPK dan Polri sedang dimainkan oleh para koruptor agar saling menikam. Jika para penegak hukum telah saling serang dan tikam, kesibukan pemberantasan korupsi dan kejahatan lain akan menjadi lambat. Siapapun yang kalah dan yang menang akan mengalami babak belur. "Kalah jadi arang, menang jadi abu" begitu mereka melihatnya. Tak ada hasilnya untuk penegakan hukum kepada kejahatan yang lebih besar dan korupsi yang kian melebar.
Masyarakat dalam golongan ini lebih rasional memandang etika dan hukum. Semua orang pasti punya salah dan kekurangan. Tak ada personal yang sempurna, baik petinggi KPK dan Polri. Menang menyelamatkan instansi jauh lebih penting daripada sekedar menyelamatkan personal yang menyita waktu. Biarlah hukum yang mengadili atau menyelamatkan mereka. Mereka cenderung memilih keputusan Presiden yang tegas dan cepat sehingga tidak berlarut membuat para penjahat bersantai. Mereka memilih agar Presiden yang mengawali dan beliau yang mengakhiri. Melihat telah banyak manuver komunikasi yang dilakukan oleh Presiden serta masukan dari berbagai pihak. Ada tim 9, wantimpres, komnas HAM dan beberapa tokoh.
Masyarakat golongan ini menilai bahwa Presiden adalah orang yang baik dan berintegritas sehingga munculnya kasus ini bukan murni pendirian Presiden, namun ada pihak yang memberi masukan. Presiden harus tegas dan berdikari. Presiden boleh salah namun tak boleh berlarut. Mengganti keputusan lebih cepat maka lebih baik untuk Indonsesia. Masyarakat yang mendukung langkah ini akan berteriak "SAVE JOKOWI - SAVE KPK-POLRI- SAVE INDONESIA!!!"
0 comments:
Post a Comment