Panduan Musafir I [Hakekat safar]


Safar merupakan aktifitas yang banyak dilakukan masyarakat. Namun demikian tidak sedikit kita dapatkan kaum muslimin yang masih awam terhadap hukum dan adab safar. Sehingga seseorang sering kebingungan untuk menentukan sebuah pekerjaan ketika di perjalanan, , terutama yang berkaitan dengan ibadah. 

Dalam Islam, kedudukan safar sangat tergantung dengan motivasi atau tujuan yang melandasinya. Jika tujuannya ibadah, seperti haji, umrah, jihad, da'wah dan semacamnya, maka safar tersebut akan bernilai ibadah. Jika tujuannya maksiat, seperti ingin berzina, berjudi, melakukan perbuatan dosa yang tidak dapat dilakukan di negeri-nya dan sebagainya, maka safar tersebut akan dinilai sebagai maksiat. Adapun jika tujuannya sesuatu yang bersifat mubah, seperti bekerja, berdagang, bertamasya, maka hukumnya pun mubah pula, namun yang mubah tersebut dapat menjadi ibadah jika dilandasi niat yang baik dan untuk mencari ridha Allah.

Sisi Positif Safar 

1. Safar merupakan sarana untuk membentuk kepribadian yang baik pada diri seseorang, apalagi jika dilakukan berhari-hari. Karena safar pada umumnya meletihkan, baik secara fisik, karena perjalanan yang panjang ataupun secara mental karena meninggalkan kampung halaman dan orang-orang yang kita cintai, serta berbagai tantangan yang kita hadapi di tengah perjalanan. Karena itu Rasulullah bersabda: 
“Safar adalah bagian dari azab.”(Muttafaq 'alaih) 
Sementara di sisi lain, di tengah perjalanan terdapat berbagai kemungkinan. Hal ini pada gilirannya akan mengasah dan melatih sifat-sifat tertentu yang sangat dibutuhkan seseorang untuk membentuk kepribadiannya, seperti sifat sabar, tegar, siap menghadapi berbagai kemungkinan dan tawakal. 

2. Safar membuat seseorang kaya pengalaman dalam kehidupannya. Cakrawalanya tidak hanya sebatas daerah kelahirannya saja. Sehingga hal tersebut menjadikannya pandai bergaul dan mudah beradaptasi dengan berbagai lingkungan. 

3. Safar dalam ruang lingkup pergaulan, merupakan sarana yang sangat efektif untuk menumbuhkan ukhuwah (persaudaraan), sikap setia kawan, saling memahami dan tolong menolong. Karena safar bersama sejumlah orang akan menuntut mereka untuk selalu bersama-sama dalam kurun waktu yang cukup lama; makan bersama, tidur bersama, mengatasi kesulitan bersama dan seterusnya. Sehingga tanpa terasa hal tersebut akan merekatkan hubungan kejiwaan di antara mereka. Dari sisi ini pula, safar sangat berperan untuk mengenal watak dan tabi‟at seseorang. Karena dalam safar, watak dan tabiat asli seseorang akan tampak sehingga akan membantu seseorang untuk mempergaulinya sesuai dengan wataknya. 

4. Safar merupakan kesempatan bagi kita untuk mengenal dan mempraktekkan beberapa hukum yang khusus di dalamnya, seperti shalat qashar dan jamak, shalat di kendaraan, thaharah di perjalanan, berpuasa serta adab-adab safar. 

5.  Safar merupakan salah satu sarana kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tingkat kepasrahan dan ketawakalan seseorang kepada Allah semakin tinggi, apalagi jika perjalanannya tergolong berat. Dari sisi ini, dapat dipahami bahwa doa seseorang dalam safar adalah mustajabah (dikabulkan). 

Imam Syafii rahimahullah menggubah sebuah syair: 
Safarlah, kau akan mendapatkan ganti dari apa yang kaut tinggalkan. 
Berletih-letihlah, karena kenikmatan hidup ada pada keletihan. 
Sungguh aku melihat tergenangnya air akan merusaknya, jika mengalir dia 
akan baik, jika tidak mengalir, tidak baik. 
Singa, jika tidak keluar, tidak akan memangsa, dan anak panah jika tidak 
meninggalkan busurnya tak mengenai sasaran. 
Perak tak ubahnya bagai debu jika berada di tempatnya dan cendana yang 
masih tertanam di tanah tak beda dengan kayu bakar.

Baca Selanjutnya : 

Panduan Musafir II [Adab safar]


Artikel Media Kita Lainnya :

0 comments:

Post a Comment

Scroll to top